JAKARTA, Pelangi Utara – Dalam pemberitaan di berbagai media, Presiden RI Joko Widodo menyatakan tak ada partai yang tak pernah ia undang ke istana. Bahkan, ia mengungkap sering mengundang partai oposisi seperti PKS dan Partai Demokrat. Namun, tak semuanya diketahui oleh publik.
“Demokrat sering ke istana, PKS juga ke istana, tetapi maunya malam,” ujar Presiden Joko Widodo saat menjamu sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/5/2023).
Atas pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Partai Demokrat melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dalam siaran persnya Rabu (31/5/2023) mengatakan bahwa Partai Demokrat dihubungi oleh media nasional untuk mendapatkan klarifikasi atas pernyataan Presiden Joko Widodo itu.
“Berhubung pernyataan presiden itu menjadi perhatian masyarakat luas dan pernyataan yang mengait Partai Demokrat itu bisa disalahmengertikan, DPP Partai Demokrat perlu memberikan respons dan penjelasan,” kata Teuku Riefky Harsya.
Setelah berita itu tersebar di berbagai media massa, kata Teuku Riefky Harsa, DPP Partai Demokrat segera mengumpulkan keterangan, apakah memang ada pertemuan Partai Demokrat dengan Presiden Joko Widodo. Lalu, pihaknya mengartikan bahwa yang dimaksud Partai Demokrat adalah pimpinan Partai Demokrat yang memungkinkan untuk bertemu Presiden Joko Widodo di Istana.
Karenanya, dalam kapasitas dirinya sebagai Sekjen Partai Demokrat, maka bertanya dan memohon penjelasan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik dalam kapasitasnya sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat maupun sebagai Presiden RI Ke-6.
“Saya juga bertanya dan memohon penjelasan dari Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk tujuan yang sama, karena sekali lagi, dua tokoh inilah yang memungkinkan baik secara organisatoris maupun secara pribadi bertemu presiden di Istana,” ungkapnya.
Adapun penjelasan dari SBY mengait hal ini, sebut Sekjen Demokrat, yang pertama, SBY dalam waktu 3,5 tahun ini, tercatat 3 kali bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Pertama, terjadi pada tanggal 10 Oktober 2019 di Istana Merdeka, siang hari. Pertemuan itu atas inisiatif dan undangan Presiden Joko Widodo.
Kedua, pada saat SBY menghadiri pernikahan Kaesang di Solo. Pertemuan itu terjadi malam hari, dan waktu itu SBY hadir bersama AHY beserta istri dan Edhie Baskoro Yudhoyono (EBY) beserta istri, untuk memenuhi undangan yang waktunya juga malam hari, guna mengucapkan selamat atas pernikahan putra Presiden Joko Widodo.
Ketiga, SBY bertemu Presiden Joko Widodo di Kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali pada tanggal 15 November 2022 waktunya juga malam hari karena undangan yang diterima SBY adalah menghadiri Gala Dinner G20 pada malam hari.
“Ketiga pertemuan tersebut yang menentukan tempat dan waktunya adalah Presiden Joko Widodo, dan Bapak SBY menghormati Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara, yang sedang mengemban amanah saat ini. Artinya, ketiga pertemuan itu inisiatif datang dari Presiden Joko Widodo. Bukan atas inisiatif Bapak SBY apalagi meminta waktunya malam hari,” jelasnya.
Sementara itu, lanjutnya lagi, penjelasan dari Ketum Partai Demokrat AHY, selama 3,5 tahun terakhir ini hanya pernah satu kali bertemu Presiden Joko Widodo tanggal 9 Maret 2021 (sekitar 2 tahun lalu). Pertemuan itu atas permintaan pihak Istana dan tempat yang dipilih adalah Istana Bogor, dan waktu yang ditentukan adalah malam hari.
“Jadi waktu pertemuan yang malam hari itu juga bukan atas permintaan Ketum Partai Demokrat AHY. Namun, sebagaimana sikap Bapak SBY yang menghormati Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara, demikian juga sikap Ketua Umum AHY,” bebernya.
Sebenarnya, pihak Istana menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo ingin bertemu dengan SBY dengan tujuan untuk memberikan klarifikasi atas apa yang dilakukan Kepala Staf Presiden Moeldoko tentang gerakannya untuk mengambilalih kepemimpinan Partai Demokrat yang sah. Waktu itu, SBY menjawab bahwa yang paling tepat untuk mendengarkan penjelasan Presiden Joko Widodo adalah Ketua Umum AHY. Singkat kata, AHY diundang untuk hadir di Istana Bogor tanggal 9 Maret 2021 malam hari.
Dalam pertemuan dengan AHY di Istana Bogor malam itu, lanjut Teuku Riefky Harsya lagi, Presiden Joko Widodo dengan didampingi oleh Mensesneg Pratikno menjelaskan bahwa tidak tahu menahu dengan apa yang dilakukan oleh KSP Moeldoko untuk mengambilalih Partai Demokrat. Begitulah pengakuan dari Presiden Joko Widodo yang disampaikan kepada Ketua Umum AHY.
“Empat kali pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan tokoh Partai Demokrat, Bapak SBY dan Ketum AHY, terjadi 2 – 3 tahun yang lalu. Pertemuan-pertemuan itu bukan yang sering digambarkan oleh publik sebagai pertemuan politik yang lazim dilakukan Presiden Joko Widodo dengan partai-partai politik pendukung pemerintah,” tegasnya.
Dengan penjelasan ini, ia mengharapkan insan media dan masyarakat luas mengerti duduk persoalan yang sesungguhnya, dan tidak memiliki praduga yang tidak baik kepada Partai Demokrat seolah-olah Partai Demokrat juga ikut mencari jalan untuk bertemu Presiden Joko Widodo dan meminta waktunya malam hari.
“Kalau tidak kami klarifikasi, bisa saja Partai Demokrat dituduh “kucing-kucingan” yang semua itu tidak pernah kami lakukan,” ucap Teuku Riefky Harsya.
“Jika ada perbedaan pendapat dengan pihak Istana, kami Partai Demokrat termasuk Bapak SBY dan Ketum AHY siap untuk “dikonfrontir” baik dengan Presiden Joko Widodo maupun pembantu-pembantunya. Ini sangat penting agar kebenaran tegak di negeri yang kita cintai ini,” pungkasnya. (red)
Add Comment